27 C
Yogyakarta
Thursday, October 2, 2025
HomeRuang SastraOpiniTekanan Akademik Memuncak, Mahasiswa Tertekan, Krisis Mental Tak Terhindarkan

Tekanan Akademik Memuncak, Mahasiswa Tertekan, Krisis Mental Tak Terhindarkan

Senyum mahasiswa sering kali dianggap sebagai kamuflase dari tekanan yang tak terlihat. Banyak dari mahasiswa yang menyimpan rasa lelah, sedih, bahkan keputusasaan mengenai perkuliahan, “Aku tidur cuma 2 jam, nugas sampai subuh, tapi tetap dimarahi karena telat ngumpulin tugas dan telat masuk kelas. Kadang aku lupa… aku ini manusia, bukan robot yang bisa melakukan sesuatu tanpa henti”, Kalimat ini bukan hanya drama, tetapi ini realita yang dialami oleh mahasiswa setiap harinya.

Akademik dianggap tidak memberikan ruang bernapas bagi mahasiswanya. Mulai dari jadwal kuliah yang padat, pagi hingga malam kegiatan, tugas dan deadline yang datang secara bersamaan, bahkan satu tugas belum selesai, sudah masuk lagi tugas yang lainnya. Banyaknya permasalah seperti ini akan menimbulkan pertanyaan, Apakah akademik hanya memandang mahasiswa sebagai mesin pencetak nilai diatas kertas, bukan memandang manusia yang membutuhkan jeda waktu untuk beristirahat? Akankah mahasiswa mendapat ruang bernapas atau hanya akan terus didorong sampai burnout terhadap akademik dianggap biasa, padahal dampak dari burnout sangat serius terhadap kesehatan mental mahasiswa di masa depan.

Apakah pihak kampus memikirkan bahwa disiplin akademik itu juga akan berdampak terhadap kesehatan mental mahasiswanya. Apakah sistem akademik yang padat ini tidak akan mengganggu kesehatan mental mahasiswa?. Sayangnya, masih ada pihak yang menganggap isu kesehatan mental sebagai “berlebihan” atau “cari perhatian”. Padahal World Health Organization (WHO) telah menegaskan pentingnya peran kesehatan mental dalam produktivitas dan kesejahteraan individu. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai potensi diri yang mampu mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif,dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Maka dari itu, kesehatan mental dinilai sama pentingnya dengan disiplin akademik yang harus mahasiswa hadapi.

Dalam kehidupan sehari-hari, Pernahkah kalian mendengar kalimat “kesehatan mental mahasiswa itu bukan cuma urusan pribadi, tetapi prioritas kolektif yang harus diutamakan”. Dengan kata lain, Mahasiswa dengan kondisi mental yang sehat cenderung lebih fokus saat belajar, lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah, dan lebih tangguh menghadapi tantangan, baik akademik maupun personal. Kesehatan mental harus menjadi prioritas bersama, bukan hanya urusan pribadi mahasiswa. Maka dari itu, pihak kampus juga perlu memikirkan bagaimana sistem akademik itu tidak akan mengganggu kesehatan mental mahasiswanya.

Data menunjukkan bahwa 55% mahasiswa dilaporkan mengalami gejala depresi, 48% mengalami kecemasan, dan 64% memiliki kualitas tidur yang buruk. Angka ini membuktikan bahwa kesehatan mental di kalangan mahasiswa menjadi isu serius yang tidak bisa lagi diabaikan agar tidak menimbulkan dampak jangka panjang bagi mahasiswa.

Karena itu, kesehatan mental mahasiswa harus menjadi fokus utama dari perkuliahan. Kampus perlu mengubah paradigma mereka, demi memprioritaskan kesehatan mental mahasiswanya karena perkuliahan bukan hanya berbicara tentang memperoleh IPK tinggi, tetapi juga ruang aman untuk tumbuh dalam membentuk mahasiswanya. Pendidikan yang sehat dimulai dari empati. Sudah saatnya kampus menciptakan sistem yang lebih manusiawi sebagai tempat mahasiswa tidak hanya dituntut untuk pintar, tetapi juga untuk sehat dan bahagia.

Narasi : Atika Yuliana Dewi
Editor : Yohana
Ilustrasi :

TERKAIT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
LPM Ekonomika FBE UII

Terpopuler