“Pembekuan BEM FISIP UNAIR: Bentuk Penolakan Terhadap Aspirasi Mahasiswa?”
Surabaya, 25 Oktober 2024 – Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) membekukan kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP setelah aksi kritik kontroversial terkait pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Pembekuan ini mengundang respon dari berbagai pihak, baik dari mahasiswa maupun masyarakat luas, yang mempertanyakan batas berpendapat di lingkungan akademik.
Kritikan tersebut berbentuk karangan bunga yang berisikan foto kedua pasangan presiden baru terpilih, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam karangan bunga yang dipasang di Taman Barat Kampus Unair tersebut berisikan tulisan : “Selamat Atas Dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Lahir yang Lahir dari Rahim Haram Konstitusi.” Hal ini didasari oleh rasa kecewanya BEM FISIP UNAIR atas pemilu 2024 kemarin. Tindakan ini memicu adanya pemanggilan oleh Komisi Etik Fakultas yang kemudian berakhir dengan adanya pembekuan masa kerja ketiga pengurus BEM FISIP oleh Dekanat FISIP UNAIR. Tindakan BEM FISIP dinilai melanggar etika sebagai mahasiswa karena hal tersebut diduga memberikan ujaran kebencian bukan menyampaikan sebuah kritikan dan aspirasi. Atas tindakan pembekuan pengurus BEM FISIP UNAIR oleh Dekanat Fakultas tersebut, Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi, Satryo Brodjonegoro memberikan seruan atas pencabutan pembekuan masa kerja ketiga pengurus BEM FISIP, hal ini dinilai sebagai bentuk ketidakbebasan mahasiswa dalam memberikan pendapatnya di dalam lingkup dunia akademik. Bersamaan dengan hal ini, sudah seharusnya mahasiswa memiliki kebebasan dalam menyampaikan aspirasinya dan kampus menjadi wadah mahasiswa dalam mewadahi setiap aspirasi mahasiswa. Berdasarkan Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945, Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dengan ini, sudah seharusnya kampus memberikan ruang bebas dan tidak dibatasi bagi setiap mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya. Kampus tidak seharusnya menjadi pembatas ruang kebebasan mahasiswa dalam beraspirasi.
Kronologi
Sehari setelah pelantikan presiden dan wakil presiden RI 2024, dikejutkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP UNAIR yang memasang karangan bunga sebagai bentuk kritik. Karangan bunga tersebut yang tertuju untuk presiden dan wakil presiden yang baru yaitu Prabowo dan Gibran. Sebagai ucapan selamat dan rasa kekecewaan. Ucapan selamat dengan kalimat satire menyebutkan prabowo sebagai “Selamat atas dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM” dan Gibran sebagai “Profesor IPK 2,3”. Dibawah foto prabowo dan gibran juga tertulis “ketua tim mawar’ dan “admin fufufafa”. Dan terakhir tulisan “Dari: Mulyono (Bajingan Penghanjur Demokrasi)’’.
Pada tanggal 24 Oktober, Presiden BEM FISIP dipanggil oleh Ketua Komisi Etik Fakultas. Untuk membuat klarifikasi atas karangan bunga tersebut. Keesokan harinya, pihak BEM mengklarifikasi jika karangan bunga tersebut adalah inisiatif sendiri dari Kementrian Politik dan Kajian Strategis BEM FISIP UNAIR serta tidak ada terkaitannya dengan pihak luar. Setelah itu sorenya, melalui email dekanat BEM FISIP mendapat surat No 11048/TB/UN3.FISIP/KM.04/2024 bahwa BEM FISIP telah dibekukan. Hal ini karena kritikan yang diberi tidak sesuai etika dan budaya akademik fakultas.
27 Oktober 2024, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro meminta kepada rektor UNAIR untuk membatalkan pembekuan BEM FISIP. Besoknya resmi pencabutan pembekuan oleh dekanat FISIP UNAIR setelah melakukan audiensi bersama Presiden dan Wakil Presiden BEM serta Kajian Strategis BEM.
Respon
Melihat peristiwa yang tengah ramai diperbincangkan saat ini mengenai BEM FISIP UNAIR atas kritikannya terhadap pemerintah yang menuai banyak polemik hingga menimbulkan berbagai respon terutama respon yang diberikan dikalangan mahasiswa, dalam salah satu point of view mahasiswa baru Universitas Islam Indonesia semester 1 dari Fakultas Bisnis dan Ekonomika Program Studi Sarjana Akuntansi ikut serta merespon atas hal yang dilakukan BEM FISIP UNAIR, “Kalau aku tidak setuju dengan dibuatnya karangan bunga tersebut karena walaupun presiden dan wakil presiden kita punya salah apapun itu, kita tidak sewajarnya mengatakan kata-kata kotor, apalagi membuat karangan bunga yang tidak senonoh seperti itu dan dibuat oleh mahasiswa, yang tidak mencerminkan seperti mahasiswa yang berpendidikan. Jadi, saya tidak setuju dengan adanya pembuatan karangan bunga oleh BEM FISIP UNAIR,” ucap Mochamad Devha Raihan salah satu mahasiswa baru usai melihat berita tersebut, Jumat (1/11).
Tidak hanya respon dikalangan mahasiswa baru, Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Bisnis Ekonomika Universitas Islam Indonesia pun ikut serta dalam menanggapi peristiwa ini. “Aksi karangan bunga yang dilakukan BEM FISIP UNAIR secara umum merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945. Namun, perlu dikaji lebih lanjut apakah bentuk ekspresi tersebut sudah sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan akademik & masyarakat. BEM perlu mempertimbangkan konsekuensi dari setiap tindakannya, termasuk potensi dampak terhadap reputasi kampus & hubungan dengan pihak-pihak terkait,” terang Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Bisnis Ekonomika Universitas Islam Indonesia usai melihat tindakan BEM FISIP UNAIR.
Selain memberi tanggapan mengenai tindakan yang dilakukan oleh BEM FISIP UNAIR, Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Bisnis Ekonomika Universitas Islam Indonesia juga menanggapi tindakan yang diberikan oleh Dekanat FISIP UNAIR atas tindakan BEM FISIP UNAIR.
“Dekanat memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan akademik yang kondusif bagi kebebasan berpendapat, namun juga harus memastikan bahwa kebebasan tersebut tidak disalahgunakan. Kita juga perlu melihat aturan kampus yang berlaku, khususnya terkait dengan kebebasan berekspresi mahasiswa untuk pembekuan BEM dapat dianggap sebagai pembatasan terhadap kebebasan berekspresi mahasiswa. Untuk pembekuan BEM dapat dianggap sebagai pembatasan terhadap kebebasan berekspresi mahasiswa. Apakah tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah ini, misalnya dengan memberikan teguran atau sanksi administratif lainnya? Tapi akhirnya pembekuan juga sudah dicabut,” ucap Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Bisnis Ekonomika Universitas Islam Indonesia, Dina Syarafina Fahsa.
Selain respon yang telah diberikan oleh Mahasiswa Baru Sarjana Akuntansi UII dan Ketua LPM FBE UII, terdapat Mahasiswa dari Fakultas Hukum UII yang juga ikut serta menanggapi peristiwa ini. “Opini dan pemahamanku selama ini si UUD menjamin yang namanya kebebasan berpendapat ya ada di pasal 28F dan setauku ga ada batasan dalam penyampaiannya. Subjek isunya disini kan seorang aktivis BEM UNAIR ya wajar memang agenda politik kampus pasti mengkritik hal-hal yg sekiranya menyimpang dari pemerintahan kita, terlepas dari media ataupun diksi yang digunakannya berpendapat itu sah-sah aja. Substansi kritiknya akan terasa sentimen buat orang-orang yang pro pemerintah. Sedangkan tindakan dekanat bisa dibenarkan jika memang BEM itu dibawah otoritasnya artinya bisa kasih pembatasan apabila menyalahi aturan, tapi selama hal itu ga bikin anarkis ya jatuhnya dekanat ngebungkam mahasiswanya. Menurutku justru ini yang nunjukin bedanya jaman orba dan reformasi mahasiswa bisa bebas buat berekspresi bukan dibredel kayak jaman dulu,” kata salah satu Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
“Kalo aku lihat di berita dan media lainnya masih banyak pro kontra tentang karangan bunga oleh BEM Fisip Unair ini dan aku sebagai mahasiswa yang aktif di organisasi pers, kita sebagai civitas akademik itu memang kita berhak mengekspresikan kritik politik di lingkungan akademik. Namun, dalam pelaksanaannya juga perlu dibarengi dengan kalimat kritik yang baik dan tanggungjawab penuh juga. Tapi dilihat dari tindakan dekanat yang langsung membekukan BEM dan dicabut pula SK pembekuan BEM atas perintah menteri pendidikan, bisa disimpulkan bahwa kesempatan bersuara mahasiswa masih dilindungi dengan catatan sampaikan kritik dengan baik & bijak,” kata ketua redaksi LPM FBE UII, Devina Nasya Sekar Alea.
Peristiwa ini menjadi sorotan dalam diskusi tentang batasan kebebasan berpendapat di lingkungan kampus Sementara, pembekuan BEM FISIP telah dicabut atas perintah Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro. Kasus ini juga memunculkan pertanyaan tentang pentingnya ruang yang aman bagi mahasiswa dalam mengekspresikan aspirasi mereka di lingkungan akademik.
Narasi: Shintia Indira/Nisa Rahmasari