27 C
Yogyakarta
Thursday, October 2, 2025
HomeBeritaFinansiaKemiskinan Turun? Tunggu Dulu. Statistik vs Realitas: Benarkah Kemiskinan Menurun?

Kemiskinan Turun? Tunggu Dulu. Statistik vs Realitas: Benarkah Kemiskinan Menurun?

Berdasarkan data terbaru, persentase penduduk miskin di Indonesia pada Bulan Maret turun menjadi 9,03% menurut BPS. Namun kenyataan di lapangan dengan standar kemiskinan yang digunakan global menunjukan perbedaan signifikan menjadi jauh lebih rumit. Perbedaan signifikan antara angka kemiskinan nasional dan internasional yang menunjukan kompleksitas cara pengukuran kemiskinan, tetapi juga metode dan standar yang digunakan.

Menurut BPS, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Menurut World Bank, Garis kemiskinan global dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu garis kemiskinan ekstrem (negara berpendapatan rendah), garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-bawah, dan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas. Untuk negara berpenghasilan rendah, batas kemiskinan ekstrem ditetapkan sebesar $3,00 per hari, $4,20 untuk negara menengah bawah, dan $8,30 per hari untuk negara menengah atas seperti Indonesia. Berdasarkan standar ini, hampir setengah penduduk dunia hidup di bawah $8,30 per hari, mencerminkan tingginya kerentanan ekonomi di banyak negara berkembang.

  1. Berikut data kemiskinan di Indonesia menurut BPS (Badan Pusat Statistik):
  2. Maret 2019: 25,14 juta orang atau setara 9,41% dari total populasi.
  3. Maret 2020: 26,42 juta orang (9,78%) mengalami kenaikan sebesar 0,37 persen
  4. Maret 2021: 27,54 juta orang (10,14%) dengan kenaikan sebesar 0,36 persen
  5. Maret 2022: 26,16 juta orang atau 9,54%. Terdapat penurunan sebesar 0,60 persen
  6. Maret 2023: 9,36% mengalami penurunan sebesar 0,18 persen
  7. Maret 2024: 9,03% atau sekitar 25,22 juta orang dengan penurunan sebesar 0,33 persen.

Secara rata-rata, angka terendah dalam satu dekade terakhir jumlah penduduk miskin di Indonesia menurun sekitar 300 ribu orang per tahun. Namun, jika menggunakan standar kemiskinan global dari World Bank, angka kemiskinan di Indonesia mengalami perbedaan yang signifikan. Bank Dunia menggunakan standar kemiskinan sebesar US$8,30 PPP (Purchasing Power Parity) per hari, angka kemiskinan Indonesia jauh lebih tinggi. Saat menghitung data kemiskinan di Indonesia menggunakan standar global pada tahun 2024, sekitar 60,3% penduduk tergolong miskin, dan diperkirakan turun sedikit menjadi 58,7% pada 2025. Perbedaan standar ini muncul karena BPS memakai pendekatan kebutuhan dasar, sementara World Bank memakai standar internasional berbasis daya beli. Garis kemiskinan nasional versi BPS pada September 2024 tercatat Rp595.242 per kapita per bulan, atau sekitar Rp2,8 juta per rumah tangga. Pada awal 2025, masih ada sekitar 3,1 juta orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem dengan pengeluaran harian di bawah Rp10.739. Artinya, meskipun angka resmi menunjukkan penurunan, tantangan kemiskinan tetap besar dalam konteks global.

Ternyata ketimpangan di beberapa wilayah menjadi penyebab kita masih dianggap miskin di mata dunia. Masih banyak masyarakat dari timur yang mencari keadilan akan perbedaan fasilitas di tempat mereka tinggal. Perbedaan fasilitas seperti akses pendidikan, kesehatan, dan lainya ini juga menjadi faktor adanya kemiskinan. Berdasarkan data BPS pada September 2024 menunjukkan beberapa provinsi di wilayah Timur Indonesia masih mencatat tingkat kemiskinan yang sangat tinggi. Papua Pegunungan menempati posisi teratas dengan tingkat kemiskinan mencapai 29,66%, disusul Papua Tengah (27,60%) dan Papua Barat (21,09%) . Nusa Tenggara Timur (NTT) juga termasuk dalam tiga besar daerah termiskin, dengan persentase penduduk miskin sebesar 19,02%, atau sekitar 1,11 juta jiwa. Memang benar adanya Indonesia mengalami penurunan sepanjang 2024, tetapi hanya di wilayah yang stabil akan fasilitas dan akses yang lebih baik. Kondisi ini menunjukan tantangan serius untuk pemerintah agar tidak terlalu bias akan membangun wilayah tertentu saja, ketimpangan daerah harus diminimalkan dan seluruh masyarakat mendapat kesempatan keluar dari kemiskinan

Kebijakan Pemerintah : Keuntungan atau Tantangan?

Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 mengenai Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, dengan tiga pokok strategi meliputi pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan jumlah kantong- kantong kemiskinan. Program strategis pemerintah tersebut meliputi hilirisasi industri, makan bergizi gratis (MBG), pembangunan 70 ribu koperasi desa merah putih, sekolah rakyat, pembangunan rumah rakyat, serta berbagai program pemberdayaan masyarakat.

Namun, salah satu program dalam kebijakan tersebut, yaitu program MBG masih terus menuai pro dan kontra karena berpotensi memangkas anggaran dari sektor lain. Menurut ekonom sekaligus Koordinator Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan (EKUITAS) FEB UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, S.E., M.Sc., M.A., Ph.D., beliau menilai bahwa program berskala nasional ini beresiko mengalami pemborosan karena sifatnya yang universal, di mana anak-anak dari keluarga mampu juga menerima manfaatnya meskipun sebenarnya tidak membutuhkan.

Penurunan angka kemiskinan mencerminkan keberhasilan kebijakan dalam merespons kebutuhan yang mendesak. Namun, data tidak sepenuhnya merepresentasikan realita kehidupan masyarakat. Ketika masih ada puluhan juta orang yang hidup di bawah standar hidup layak, baik secara nasional maupun global, maka perjuangan melawan kemiskinan belum bisa dikatakan tuntas. Pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan strategi yang mempertimbangkan seluruh aspek agar tidak ada pihak yang dikorbankan serta distribusi yang adil dan merata terhadap kelompok paling rentan. Kebijakan ekonomi harus diarahkan tidak hanya untuk menurunkan angka kemiskinan, tetapi meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Pengentasan kemiskinan sejatinya tidak hanya perihal data statistik tetapi perihal hidup manusia yang layak dan bermartabat.

Narasi: Arum Novita Sari dan Nouva Elsa Dewitasari
Editor: Yohana
Ilustrator:

TERKAIT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
LPM Ekonomika FBE UII

Terpopuler