Pesan Untuk #GejayanMemanggil Jilid 2
Foto : Kevin
Oleh : Ikrar Aruming Wilujeng
Tempo Hari (23/09) Aliansi Rakyat Bergerak (diinisiasi oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta) melancarkan aksi di Jl. Affandi hingga Pertigaan Colombo (Gejayan). Jogja Berhati Nyaman, menggambarkan kondisi aksi saat itu. Para peserta berdatangan dari berbagai titik kumpul, berjalan dengan tertib tanpa tindakan anarkis. Sepanjang aksi diwarnai dengan orasi, teatrikal, serta bentuk penyampaian pendapat lainnya secara verbal. Tidak ada represif dari aparat, sebab memang tidak ada tindakan yang menyulut.
Hal itu dibenarkan oleh Prun, pemilik toko pakan burung di depan Gor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang menjadi tempat aksi, “kalo dari dulu emang di Jogja paling bagus, pakai otak nggak pakai otot.” Rupanya Gejayan Memanggil mendapat dukungan dari masyarakat Yogyakarta. “Ya teruskan perjuangannya. Kasian kan kalau RUU nya ga jelas. Masa ayam ke tetangga suruh mbayar. Iya kan ada itu? terus cewek kalo pulang malam didenda. Kan aneh. Itu kayaknya yang buat (DPR–red) nyari sensasi, kayaknya mau pensiun,” tambah Prun bersemangat.
Ada kejadian yang cukup menyenangkan saat aksi berlangsung, ada pedagang buah yang melemparkan jeruk dari atas kios. “Itu spontan og mas, kita liat orang di bawah panas to itu jam 1, mau ngasih Aqua gak ada, ni adanya jeruk,” ucap Sam, yang melempar buah, sekaligus pemilik kios.
Sam juga setuju bahwa Gejayan Memanggil memang aksi damai, ketertibannya patut diacungi jempol. “Semangat tu mbak, berjalannya sangat tertib ya, terus demonya itu damai gitu lo nggak ada kerusuhan. Karena gini loh mas, mereka yang demo itu mesti ada yang perlu didemo. Asal itu ga ada kerusuhan bakar-bakar ya ga papa,” ucap Sam.
Selama berjalannya Gejayan Memanggil akses jalan di Jl. Affandi – Colombo ditutup. Rasionalnya roda perekonomian juga macet sementara. Beberapa toko dan kios terlihat tidak beroperasi, hanya usaha bermodal besar yang terlihat buka. Namun Sam mengaku tidak terganggu dengan adanya aksi tersebut. “Kita memaklumi, nggak masalah. Kita tutup jam 1 dan buka lagi jam 6. Kalo kerugian kita ga mikir sampai di situ.”
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Prun, penutupan jalan tidak lantas membuatnya merasa rugi atas usahanya. Tidak hanya Sam dan Prun, Uya, penjual kacamata di perempatan Indomaret Point UNY juga mengungkapkan dukungannya. “Kalau masalah terganggu otomatis semua aktivitas tetep terganggu. Soalnya kan nggak ada aktivitas kan jadinya. Tapi untuk masalah penegakan hukum yang disuarakan mahasiswa kita dukung-dukung aja,” ujar Uya.
Namun, apakah ketertiban yang terlihat sepanjang jalan itu juga terjadi di perumahan warga sekitar? Tidak. Ketidaktahuan informasi serta ketidak sopanan para demonstran membuat warga sekitar merasa terganggu. Seperti di kelurahan Terban, halaman rumah para warga dijadikan lahan parkir dadakan, tanpa izin dan tanpa nyuwun sewu. “tidak tahu, takut, ramai orang, saya tutup rumah dan toko, jadi tidak tahu apapun,” ucap salah seorang warga pemilik warung saat ditanya mengenai demo.
Masyarakat sekitar sangat menyayangkan tindakan mahasiswa yang menggeruduk halaman rumah warga tanpa nyuwun sewu. “Pada ngawur kan. Parkirnya ngawur. Terus ada yang nggak sopan, parkir di depan pintu. nggak permisi,” ujar Imam, warga Kelurahan Terban.
“Warga sini kebanyakan kontra,” ujar Aini, warga Kelurahan Terban yang menjadi guru di SD Muhammadiyah Sagan. Ketidaktahuan informasi menjadi penyebabnya, mahasiswa ujug-ujug datang tanpa pemberitahuan. “Kalau warga yang asli itu tidak tahu. Seperti halnya yang di sekitar ini ‘ada apa ini, kok tiba-tiba seperti ini (ramai –red)’ kaget gitu lho, terus kedatangan parkir di sini,” tambah Aini.
Keresahan masyarakat sekitar mengerucut pada satu alasan ; tidak adanya pemberitahuan. Berikut rangkuman jawaban narasumber (masyarakat sekitar) ketika ditanya informasi terkait aksi Gejayan Memanggil.
“Nggak ada sama sekali,” Imam.
“Sejujurnya nggak tahu,” Uya.
“Warga yang aslinya itu mereka tidak tahu,” Aini.
“Tidak ada pemberitahuan,” Prun.
“Tahu dari sosial media,” Andika.
Informasi mengenai aksi Gejayan Memanggil tidak sampai ke telinga masyarakat sekitar titik aksi, utamanya yang berusia tidak muda lagi. Untuk aksi susulan pada 30 September mendatang pun hampir seluruh narasumber mengaku tidak mengetahui hal itu.
Sebaiknya perlu ada pemberitahuan berupa laporan ke kelurahan, memasang pamflet, serta cara lain yang dapat menyebar cepat ke masyarakat sekitar yang tidak aktif di media sosial. “Sarannya mungkin, kalo bisa yang tertib nggak mengganggu masyarakat, ngabarin dulu,” ucap Imam.
Ada kabar burung mengenai dua motor mahasiswa yang hilang. “Mahasiswa harusnya minta tolong atau rangkul warga, supaya warga mendukung, supaya aksinya lancar, tidak sampai terjadi gitu-gitu (kehilangan –red),” saran Aini. “Kalau diberi tahu bisa disediakan tempat buat parkir,” ujar Imam.
Lagi-lagi masalah parkir motor. Di sekitar lokasi Gejayan Memanggil terdapat fasilitas publik ; rumah sakit. Salah satunya adalah RS. Panti Rapih (depan UGM). Terdapat beberapa kejadian yang kurang mengenakkan. Akses ambulance ke RS. Panti Rapih menjadi sulit, karena demonstran memakan lebih dari setengah jalan untuk parkir motor. “Di sini dekat Rumah Sakit ada ambulance mau lewat, motor yang parkir lebih dari badan jalan,” ucap Andika, warga sekitar.
Andika memberi saran agar para demonstran menata parkir, supaya tidak menghambat kendaraan publik seperti ambulance dan pemadam kebakaran. Ia juga menambahkan, “mau demo mending long march atau parkir di suatu tempat yang tidak mengganggu. Atau memakai transportasi umum saja seperti TJ (Trans Jogja),” sarannya.
Masyarakat sekitar tetap mendukung aksi Gejayan Memanggil. Hanya saja etika nyuwun sewu perlu diperbaiki lagi. Urgensi yang diangkat oleh Gejayan Memanggil juga mewakili apa yang dirasakan masyarakat di tengah September yang sedang sakit ini. “Sebenarnya inspirasi mereka untuk meluruskan RUU itu bagus sih, membelani seperti itu. Cuma jalannya mungkin ya,” ucap Aini.
Sejak tulisan ini terbit, masih ada waktu satu hari untuk memberi kabar ke masyarakat mengenai Gejayan Memanggil jilid 2. Jangan sampai citra Gejayan Memanggil yang seharusnya mewakili suara seluruh rakyat tercederai hanya karena ketidaktahuan informasi, apalagi karena masalah berebut lahan parkir. “Menyesalkan lah seperti itu, mereka mahasiswa seharusnya memberi contoh yang baik,” tutup Aini.
Reporter : Ikrar dan Arul
Editor: Azizah