Pembayaran Zakat Fitrah, Ideal Pakai Uang atau Beras?
Ilustrator: Hanan Afif Wirawan
Oleh: Ghifar Alif Utama
Bacaekon – Zakat merupakan salah satu dari lima rukun islam yang wajib ditunaikan oleh umat islam. Perintah untuk menunaikan zakat sebagaimana diatur dalam firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 43: “Dan dirikanlah salat, serta tunaikanlah zakat, serta sujudlah kamu bersama-sama dengan orang yang sujud,” (Q.S. Al-Baqarah [2]:43).
Tuntunan untuk menunaikan zakat sendiri salah satunya terdapat dalam Q.S. At-Taubah ayat 103: “Ambil lah zakat dari mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka semua. Sesungguhnya doa-mu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah maha mendengar, maha mengetahui.” Sebagaimana ayat diatas, zakat merupakan salah satu sarana menyucikan harta maupun dosa-dosa kita melalui penyaluran sebagian harta kepada mereka yang membutuhkan. Dengan kata lain, zakat merupakan salah satu sarana mencapai pemerataan pendapatan antar umat Islam.
Dalam Al-Qur’an, zakat dapat dibedakan menjadi dua yaitu, zakat fitrah dan zakat mal. Adapun jenis zakat yang pertama yaitu zakat fitrah. Menurut Irfan Syauqi Beik, pengamat ekonomi syariah IPB University menuturkan bahwasanya zakat fitrah merupakan jenis zakat yang wajib dibayarkan oleh umat islam ketika memasuki bulan suci Ramadan. Jenis zakat ini ditimbang sebesar 3,5 liter atau 2,5 kg beras sesuai yang kita konsumsi harian. “Zakat fitrah sendiri memiliki arti zakat atas diri dan jiwa, dan wajib ditunaikan sejak memasuki Ramadan hingga menjelang pelaksanaan salat Idulfitri,” tutur Irfan.
Jenis zakat yang kedua yaitu zakat mal. Menurut Deputi Baznas, M. Arifin Purwakananta menuturkan zakat mal merupakan zakat atas kepemilikan harta benda. Besaran zakat mal sendiri merupakan 2,5% dari jumlah harta yang dimiliki selama setahun. Akan tetapi, terdapat ketentuan atas batasan nisab atau jumlah minimal penghasilan yang dimiliki setara atau lebih dari harga 85 gram emas dalam setahun. Banyak dari umat islam melakukan pembayaran kewajiban atas zakat mal ini bersamaan dengan pembayaran zakat fitrah di bulan Ramadan. Padahal sebenarnya pembayaran zakat ini tidak wajib di bulan Ramadan. Sebagaimana yang diutarakan oleh mubaligh dan pakar ilmu agama bahwa momen bulan suci ramadhan dan mendekati Idulfitri kita dianjurkan untuk lebih banyak bersedekah. Tidak terkecuali tuntunan keutamaan mengeluarkan zakat dan amalan ibadah lain semaksimal mungkin.
Jika kita spesifik membahas tentang zakat fitrah, tentu sebagian besar dari kita lebih mengenalnya dengan nama lain zakat beras. Namun, ditengah kewajiban umat islam menunaikan zakat ini di momen bulan suci Ramadan muncul pendapat yang menimbulkan polemik. Akar permasalahan ini yaitu terkait penetapan standar acuan harga beras yang setara dengan berat 2,5 kg atau 3,5 liter per-jiwa sebesar Rp35.000. Jika kita melakukan telaah lebih dalam terkait kebijakan ini, tentunya berasal dari kebijakan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) serta Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Namun, besaran zakat fitrah sendiri jika disetarakan dengan besaran rupiah sangat bervariasi, mulai dari Rp30.000-Rp60.000. Tentunya hal ini mengacu pada harga beras yang bervariasi dan perbedaan kondisi geografis mempengaruhi harga beras dengan kualitas yang sama. Sedangkan menurut Baznas.go.id, “Berdasarkan Prof. Dr. H. Noor Achmad melalui SK Ketua Baznas No.07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibu kota DKI Jakarta Raya dan sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai zakat fitrah setara dengan jumlah nominal mata uang Rp45.000,-/hari/jiwa.”
Meskipun demikian, tentunya diperlukan penyesuaian terkait harga beras karena dengan kantor Baznas berpusat di DKI Jakarta maka sebagai acuan harga penetapan tentu harga beras di DKI Jakarta dan sekitarnya. Kemudian adanya kemungkinan harga beras disetiap daerah dapat lebih rendah maupun lebih tinggi. Menurut Sekretaris Ditjen Bimas Islam, M. Fuad Nasar menuturkan, terkait perbedaan besaran zakat fitrah di tiap daerah didasarkan pada adanya biaya biaya tambahan yang memungkinkan adanya perbedaan harga jual beras dengan kualitas setara di daerah lain. “Zakat fitrah itu dibayarkan sesuai jenis makanan pokok yang dikonsumsi, jadi setiap daerah itu berbeda-beda. Makanya Kementerian Agama sejauh ini tidak membuat kebijakan besaran zakat fitrah secara nasional,” ungkap Fuad.
“Pada intinya nilai zakat fitrah lebih dari sekadar besaran yang dikeluarkan, namun pesan pentingnya adalah bagaimana Islam mengajarkan bahwa tidak ada pemisahan antara ibadah ubudiyah dengan ibadah sosial,” tambahnya.
Perlu diingat, bahwa beras sebagai zakat fitrah harus memiliki kualitas yang setara dengan beras yang kita konsumsi. Salah satu ulama, Shaikh Yusuf Qardawi menuturkan bahwa hendaknya dalam memberikan zakat didasarkan atas keikhlasan dan memberikan kualitas yang sesuai dengan kita konsumsi, dalam hal ini zakat fitrah berupa beras maupun bahan makanan lainnya. Karena dengan niat yang didasarkan bahwa diri kita dan keluarga akan menunaikan zakat fitrah yang bertujuan menyucikan jiwa dan raga kita dengan melakukan tuntunan dalam rukun islam ini.
Adanya perbedaan pandangan terkait jumlah uang yang setara dengan jumlah beras yang ditetapkan hendaknya dapat dilakukan telaah lebih mendalam. Perlunya menyesuaikan beras sesuai yang kita konsumsi maka tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan harga yang mencolok dari penetapan standarisasi oleh pemerintah. Akan tetapi, kemampuan dan jenis beras yang dikonsumsi tidak bisa disamaratakan tiap jiwa. Sehingga, menggunakan standar acuan beras yang kita konsumsi merupakan salah satu opsi yang dapat dipilih.
Editor: Amanda Amelia R