Pangkas Masa Kepengurusan: Keabsahan dan Kepatuhan dipertanyakan?
Ilustasi: Hanan Afif Wirawan
Narasi: Ghifar Alif Utama
Bacaekon – Periodisasi menjadi suatu hal yang dapat dikatakan umum dalam suatu kepengurusan, termasuk dalam lembaga kampus. Jangka waktu kepengurusan dalam struktur kelembagaan umumnya bervariasi, termasuk Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) dan Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) di Universitas Islam Indonesia (UII) menganut periodisasi dengan lama waktu sekitar 12 bulan atau 1 tahun, namun untuk Lembaga Khusus (LK) mengacu sesuai aturan yang telah berlaku dan disepakati bersama.
Masa jabatan kepengurusan mulai memicu opini publik sejak DPM dan LEM menginfokan bahwasanya periodisasi mereka dipercepat atas dasar urgensi normalisasi kebijakan periodisasi yang sempat mengalami kekacauan pada masa pandemi Covid-19 silam. Kebijakan ini dinilai cukup kontroversial karena dinilai mengambil keputusan tanpa adanya penyampaian informasi tersebut kepada LK dan organisasi mahasiswa lain. Hal ini berdampak pada terhambatnya beberapa event yang sudah ditetapkan oleh LK maupun organisasi mahasiswa lain. Sedangkan dengan kondisi periodisasi yang dipercepat, berpotensi berdampak terhadap empat aspek yang dianggap menimbulkan pertanyaan dan merugikan lembaga khusus atau organisasi kemahasiswaan dibawah LEM maupun DPM. Empat aspek tersebut antara lain:
- Apa dasar hukum perubahan periodisasi yang menjadi lebih cepat?
- Apakah perubahan periodisasi telah melalui prosedur yang tepat?
- Bagaimana nasib dan aturan dana Triwulanan, apakah masih akan mendapatkan hak dan kewajiban meskipun periodesasi dimajukan?
- Jika Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa (PDKM) yang merupakan aturan baku dan inti dari DPM & LEM dapat diubah, apakah dengan kata lain Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga(PD/PRT) Lembaga Khusus juga dapat dilakukan perubahan?
Aturan merupakan seperangkat dasar hukum yang sudah dilakukan pengujian sehingga dapat disebut sebagai suatu hal yang sah dan valid untuk mengatur kegiatan didalamnya. Dalam hal ini berkaitan dengan PDKM yang merupakan seperangkat aturan mengenai keluarga mahasiswa UII. Lewat pasal-pasal di dalamnya telah diatur terkait teknis dan seperangkat pedoman dalam menjalankan tugas, pokok, dan fungsi khususnya bagi DPM maupun LEM.
Sayangnya, fenomena pemangkasan periodisasi ini merupakan salah satu bentuk kecacatan hukum baik formal maupun materiil. “Memang betul ada perubahan periodisasi yang dilakukan pada poin tersebut dalam PDKM, hal ini dilakukan untuk dapat memperoleh kembali periodisasi yang genap 12 bulan dengan dimulai pada bulan Januari, karena sebelumnya hampir seluruh organisasi tidak terkecuali DPM LEM yang terdampak akibat dari adanya pandemi Covid-19 yang membuat periodisasi menjadi berjalan cukup panjang,” tutur Ghozi. Lebih lanjut, adanya special case yaitu pandemi Covid-19 membuat periodisasi yang berjalan begitu panjang sedangkan kepengurusan baru masih belum ditetapkan. “Rapat dengar pendapat juli lalu sudah dilakukan, dimana melalui musyawarah mufakat dengan kesepakatan bersama sepakat bahwasanya periodesasi ingin dikembalikan kembali seperti normalnya selama 12 bulan bersih dengan termasuk proses pemilu di dalamnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dengan dilakukan diskusi bersama perwakilan dari Fakultas Hukum menuturkan bahwasanya tidak masalah perubahan dilakukan dan juga disepakati bersama lewat mufakat,. Kemudian didukung oleh adanya argumen bahwa memang terdapat special case yang membuat permasalahan periodisasi ini harus segera dilakukan normalisasi agar tidak membuat masa jabatan menjadi terlalu panjang atau sebaliknya. “Hal ini memang dapat dilakukan jika terjadi special case yang mau tidak mau harus dilakukan,” ujarnya.
Ghozi selaku perwakilan DPM dari Komisi I menuturkan bahwa dana triwulanan tetap didistribusikan sesuai ketetapan. “Untuk dana akan diusahakan tetap dapat tercukupi, adapun alokasi akan diambilkan dari dana taktis, terkait mekanismenya yaitu melalui proposal pengajuan dana dengan lampiran Rincian Anggaran Biaya (RAB) paling lambat desember,” tuturnya. Dengan demikian permasalahan dana lembaga khusus memang dipercepat penggunaanya karena harus segera dilaporkan dalam Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) terkait anggaran sekitar bulan januari.
Permasalahan PD/RT lembaga khusus dapat diubah layaknya PDKM DPM dan LEM yang diubah, hal ini memungkinkan untuk dilakukan. “Dapat saja dilakukan, selama memang belum tertuang dalam pdprt atau aturan yang mengatur lembaga khusus jika secara mufakat memang disepakati ada perubahan maka dapat diubah, tentu dengan dasar dasar alasan yang jelas dan logis,” ujarnya.
Sehingga, besar harapan dari kami untuk kedepannya antara DPM dan LEM Universitas maupun Fakultas memiliki koordinasi yang lebih baik sehingga tidak memunculkan berita yang ambigu, tidak jelas, dan menyesatkan. Sejatinya, kesalahan atau ketidakjelasan informasi hanya menjadi sumber permasalahan dan perpecahan. Besar harapan semoga aspirasi untuk dibukanya forum diskusi yang tidak terbatas hanya antara DPM dan LEM U dengan F saja, melainkan turut melibatkan lembaga khusus yang turut mendapatkan kewajiban atas faktualitas informasi yang akan diambil.
Editor: Nur’Alif Nafilah