Memahami kekayaan, ketamakan, dan kebahagiaan dalam The Psychology of Money
Ilustrasi: Agung Bramasta
Narasi: Firoos Fauzan Ibrahim*
Bacaekon – Bapak saya memberi nasihat bahwa resep dalam mengoptimalkan penggunaan uang yaitu dengan berinvestasi melalui saham dan obligasi. Bapak saya sempat mengemukakan beberapa keunggulan dari kegiatan investasi dibandingkan sekedar menabung secara konvensional. Beliau menyatakan, “Kalau kamu cuma menabung, uangmu akan tetap segitu saja (tidak berpotensi menambah nilai kecuali menabung terus menerus), tapi kalau kamu tanam uangmu dalam bentuk investasi saham atau obligasi, uangmu berpotensi untuk bertambah sendiri seiring waktu”.
The Psychology of Money salah satu buku rekomendasi dari bapak saya. Karya buku seorang penulis bernama Morgan Housel. Paragraf terakhir dari sinopsis buku itu benar-benar memikat hati saya pada pandangan pertama. Penggalan sinopsis itu begini, “Dalam The Psychology of Money, Sang Penulis, Morgan Housel membagikan 19 cerita pendek yang mengeksplorasi cara-cara aneh orang berpikir tentang uang dan mengajari Anda cara memahami salah satu topik terpenting dalam hidup dengan lebih baik.” Saya merasa kata cerita atau kisah yang dimuat dalam buku ini lebih menarik rasa ingin tahu dibandingkan kata sebuah uraian atau materi yang disematkan dalam lembaran buku kuliah pada umumnya.
The Psychology of Money merupakan hasil torehan ide dari Morgan Housel yang juga seorang partner perusahaan modal ventura The Collaborative Fund. Dia sebelumnya pernah menjabat sebagai kolumnis untuk The Motley Fool, perusahaan penasihat investasi dan The Wall Street Journal, sebuah surat kabar harian di Amerika Serikat. Beberapa penghargaan yang telah beliau raih diantaranya The Best in Business Award dari Perkumpulan Editor dan Penulis Bisnis di Amerika (SABEW), The Sidney Awards dari New York Times, dan Anugerah Gerald Loeb Awards untuk jurnalisme bisnis dan keuangan.
Mengingat jam terbang Housel yang tinggi dalam berkarier di bidang ekonomi dan keuangan, beliau tentunya sudah hafal mengenai pola-pola penggunaan uang dan serba-serbi fenomena ekonomi.
Mayoritas orang sangat menggantungkan kebahagian hidup pada jumlah uang yang disimpan. Ada lagi yang cenderung membelanjakan uangnya untuk mendapatkan barang terbaik atau menerima pelayanan paling spesial. Adapun umat islam mempersiapkan bekal berangkat haji ke tanah suci dengan menabung sedini mungkin. Sampai ada yang memperlakukan uang hasil jerih payahnya layaknya benih. Jika ia tanamkan (investasikan) uang itu pada saham atau obligasi yang tepat (perusahaan berpotensi tinggi) serta tekun memupuk (setoran rutin) dan memantau perkembangan secara berkala, maka uangnya bisa berbunga dan berbuah dengan lebat. Untuk itulah, Morgan Housel menulis, “Pengalaman pribadi Anda dengan uang barangkali menjadi 0,00000001% dari seluruh kejadian di dunia, tapi mungkin 80% cara kerja dunia menurut Anda.”
Cerita-cerita yang dilontarkan sang penulis tentang jalan hidup orang-orang bersahaja dan tuan-tuan yang tamak sempat membuat saya terbawa perasaan. Rasanya harta kekayaan yang nampak selama ini begitu penuh ilusi dan tipuan. Bagaikan batu-batu berlumut di sungai, mudah menggelincirkan kita kalau tidak cermat memilih pijakan.
Buku ini membuka gagasan baru bahwa untuk mengatur uang dan menggunakannya dengan tepat kita tidak ditekankan untuk menjadi cerdas dan pintar soal seluk-beluk uang yang dikumpulkan selama ini. Namun, kebiasaan dalam menentukan apa yang selayaknya dibelanjakan dan perlakuan kita terhadap uang jauh lebih memengaruhi hasil pengelolaan uang kita. Sang penulis menyatakan, “Mengelola uang dengan baik tidak ada hubungannya dengan kecerdasan Anda namun lebih banyak berhubungan dengan perilaku Anda.”
Untuk mengoptimalkan penggunaan uang, kita bukan diarahkan untuk segera bergabung dalam kelas dan studi Keuangan, menghafal teori Ekonomi hingga mengerjakan soal-soal Akuntansi yang rumit. Tapi pengoptimalan itu memerlukan penerapan skala prioritas untuk membelanjakan uang pada sesuatu yang amat dibutuhkan terlebih dahulu sebelum menukar uang itu dengan objek keinginan sesaat. Dalam proses mengoptimalkan itu juga membutuhkan ketekunan untuk menahan diri dari foya-foya yang berlebihan dengan mengalokasikan uang untuk menabung, berinvestasi hingga menunaikan zakat, merutinkan infak, dan memberi sedekah.
Banyak sekali alur perjalanan karir dan pengalaman di bidang keuangan yang diuraikan dalam bukunya. Sebagian cerita itu mengangkat nama tokoh-tokoh terkenal di Amerika Serikat. Melalui petualangan literasi yang saya rasakan sejak membaca bagian pengantar, saya menemukan banyak kejadian mengejutkan yang dialami banyak orang (terutama para investor) soal keuangan mereka. Saya juga baru menyadari bahwa pengelolaan uang tidak cukup hanya dipandang dan dipahami dengan rumus bunga, fungsi pemintaan dan penawaran, maupun data-data statistik saja. Buku ini memberikan saya perspektif baru yang apik untuk memandang uang dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui cerita yang tertuang dalam buku, tentunya terinspirasi dari kejadian nyata di masa lalu dan diharapkan dapat menginspirasi para pembaca baik dari kalangan ekonom, pengusaha, pemerintah, penulis, karyawan, sampai mahasiswa jurusan bisnis, ekonomi, dan jurusan lainnya.
Menurut saya, penggunaan diksi pada versi terjemahan buku ini perlu ditingkatkan lagi supaya lebih pas dan mengalir ketika dibaca. Tetapi tak perlu khawatir sebab banyak konten-konten berbahasa Indonesia di sosial media yang sudah merangkumkan dan menerangkan intisari dari buku ini sehingga diharapkan lebih terbantu untuk mencerna hikmah dan pesan dari 259 lembar dalam buku ini.
Selamat membaca.
Editor: Naufal Rahendra
*Penulis adalah magang LPM Ekonomika