Keterlibatan Agama, Ditinjau dari Aspek Berpakaian
Ilustrasi: Hanan Afif Wirawan
Oleh: Ghifar Alif Utama
Bacaekon – Agama, bagi sebagian masyarakat hal ini menjadi suatu alasan mengapa kita harus hidup. Hidup di dunia menjadi alasan bagi manusia untuk terus beribadah kepada Allah SWT. salah satu perwujudannya dengan senantiasa menunaikan perintahnya dan meninggalkan larangan-Nya. “Menurut Umar bin Khattab, agama dalam hal ini berkaitan dengan islam merupakan agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dimana agama islam meliputi akidah, akhlak, dan syariat yang diajarkan.”
Setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda mengenai keterlibatan agama dalam kehidupannya. Ada yang memiliki pandangan terkait aspek religius dengan tingkatan sangat tinggi dan melibatkan agama dalam semua aspek kehidupan, sementara yang lain lebih memilih pemisahan antara agama dan kehidupan sehari-hari. Jika kita melihat dalam perspektif kondisi tata norma bertindak dan berperilaku, saat ini tentu jauh dari kata sopan dan beradab. Hal ini selaras dengan sebuah hadits riwayat Tirmidzi yang berbunyi “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik dalam menjunjung akhlak dalam kehidupan sehari-hari”. Hadist diatas menjelaskan bahwa akhlak hubungan dengan sesama manusia menjadi suatu hal yang penting karena berkaitan dengan iman seseorang.
Sayangnya, jika kita melihat data survey dan kondisi riil di lapangan, kondisi generasi penerus bangsa utamanya para remaja banyak yang dapat diidentifikasikan sebagai pihak yang paling memberikan dampak negatif bagi moral generasi selanjutnya. Bagaimana tidak, orang tua yang sudah seharusnya didahulukan justru saat ini banyak disepelekan dan diabaikan. Sebagai contoh, jika kita diberikan perintah oleh orang tua tentu kita lebih banyak berkata “ah, nanti dulu” atau justru tidak memberikan tanggapan yang menyenangkan hati orang tua. Sedangkan, jika kita melihat pada ajaran agama islam disebutkan bahwa ridha orang tua merupakan salah satu jalan pembuka rezeki.
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ (Qs. Al-Isro 17:23). Sebagaimana surat diatas, patuh kepada kedua orang tua juga merupakan suatu kewajiban dan cerminan sopan santun dalam kehidupan bermasyarakat. Sopan dan menjunjung tinggi adab dalam kehidupan sehari-hari menjadi keunikan salah satunya masyarakat indonesia yang hal ini tentu perlahan mulai luntur karena pengaruh modernisasi. Hal ini dapat kita cermati khususnya bagi kaum hawa juga tidak terlepas dari kaum adam yang juga mulai menjadikan agama hanya sebagai cover atau dengan kata lain sebatas memenuhi kewajiban.
Kewajiban disini terkait dengan upaya meningkatkan iman dan taqwa, salah satunya dengan menjalankan syariat dan ajaran agama yang dianut. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kita tidak dapat menghakimi orang berdasarkan tindakan dan perbuatannya tanpa mengetahui latar belakangnya. Dalam islam sendiri, sangat jelas bahwa aturan dalam tata berbusana telah diatur tentang halal, haram, perintah serta larangan. Dalam islam, ketentuan menutup aurat sendiri merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap umat islam. Baik bagi laki-laki maupun perempuan. Hal ini tidak lain untuk melindungi pandangan negatif orang lain terhadap diri kita yang dinilai tidak pantas.
Aurat laki-laki sendiri memiliki batas yaitu dari lutut hingga pusar. Sedangkan, perempuan justru keseluruhan anggota badan kecuali muka atau wajah dan telapak tangan. Meskipun demikian dalam beberapa tafsir yang dilakukan oleh beberapa ulama dan pemuka agama menyebutkan bahwasanya aurat perempuan keseluruhan kecuali mata dan keningnya saja. Hal ini semata-mata untuk melindungi martabat dan hakikatnya sebagai umat yang paling rentan mengalami tindakan negatif dari lawan jenisnya.
“Membuka aurat secara sengaja dan dengan maksud mengumbar agar terlihat menarik maupun alasan apapun itu termasuk dosa besar dan hukumnya dilarang dengan balasan Neraka” ujar Ustadz Khalid Basalamah dalam ceramahnya. Hal ini sebagaimana juga dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا
Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Ada dua golongan penghuni neraka, yang belum pernah aku lihat, yaitu (1) Suatu kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi. Mereka mencambuk manusia dengannya. Dan (2) wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya) dan rambutnya (disasak) seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma Surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian.” (HR Muslim nomor 2128).
Dalam hadits diatas jelas bahwa umat manapun, khususnya umat islam tidak dibenarkan mengumbar aurat baik di muka umum maupun di dalam rumahnya sekalipun. Karena hal ini berkaitan dengan komitmen yang telah dipilih oleh setiap manusia. Baik itu laki-laki maupun perempuan sebagaimana ajaran dalam agama islam diketahui bahwa sejak mulai akil baligh hingga tutup usia diupayakan untuk dapat istiqomah menurut aurat menurut syariat islam. Meskipun demikian, dewasa ini banyak orang yang mengabaikan perintah dalam agama islam tersebut. Salah satunya, contoh paling gampang untuk dilihat yaitu pada subyek terdekat yaitu teman sebaya khususnya Mahasiswa.
Jika kita lihat dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa, tentu tidak sedikit dari kita yang sudah dapat menilai baik dan buruknya dalam hal tata busana atau berpakaian. Dengan dalih trend yang sedang naik daun, maka segala cara ditempuh bahkan hingga mengenakan busana yang mengumbar auratnya di muka publik. Hal ini tentu tidak dibenarkan karena selain berpotensi tidak fokus pada tujuan awal yaitu menuntut ilmu, bahkan di sisi lain justru kampus tidak jarang menjadi ajang “Fashion Show” bagi mereka yang ingin penampilannya dinilai trendy dan menonjol dibandingkan mahasiswa lainnya.
Dilansir dari Website program studi di Universitas Islam Indonesia (UII), disebutkan bahwa pada dasarnya berpakaian civitas akademika selayaknya adab menuntut ilmu. Dimana, tidak diperkenankan memakai pakaian atau aksesori yang berlebihan. Karena sesuatu hal yang berlebihan itu tidaklah disukai Allah SWT. Hal ini tercantum salah satunya pada Qs. Al-Isra ayat ke-27 sebagai berikut:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Innal mubazziriina kaanuu ikhwaanash shayaatiini wa kaanash shaytaanu li Rabbihi kafuuraa
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra:27)
Melalui ilustrasi ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara tidak langsung hal ini dilarang oleh Allah SWT. Karena dengan demikian perilaku berpakaian maupun menggunakan barang berlebihan untuk dapat mengikuti gengsi atau demi masuk kedalam circle pertemanan tertentu hukumnya jelas dilarang dan dapat memiliki keterkaitan dengan sikap tidak baik yang dalam surat diatas dijelaskan dapat diibaratkan layaknya saudara setan, dan setan sendiri merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling ingkar dan suka memberikan janji manis kepada orang lain dengan bentuk kemusyrikan yang coba untuk ditutupinya.
Editor: Nur’Alif Nafilah