Il Mare: Cinta Tak Mengenal Perbedaan Waktu
Ilustrasi: Hanan Afif Wirawan
Narasi: Naufal Rahendra
Bacaekon – Kebanyakan di muka bumi ini, kisah cinta antar dua sejoli selalu diawali dengan sederhana. Dari sebuah pertemuan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Dari situ dimulai dengan saling sapa, saling berkabar, saling nyaman terhadap satu sama lain, hingga benih-benih asmara muncul di antara keduanya. Kini dalam film lawas korea yang rilis pada tahun 2000, sutradara Lee Hyun-seung menghadirkan kisah pertemuan antar dua sejoli dengan sentuhan romance, fantasy dan time-parallel.
Berawal dari akhir tahun 1999, Kim Eun-joo (Jun Ji-hyun) memutuskan pindah dari rumah tepi lautnya bernama Il Mare untuk kembali ke kota. Sebelum pergi, ia meninggalkan surat di kotak surat tua berwarna merah berisi permintaan tolong kepada penghuni selanjutnya untuk meneruskan surat miliknya ke alamat terbaru. Pada akhir tahun 1997, Han Seung-hyun (Lee Jung-jae) pindah ke rumah tepi laut tersebut, menerima surat dari Eun-joo. Awalnya dia mengabaikan surat tersebut mengira itu hanyalah sebuah prank belaka. Namun setelah iseng membalas dan beberapa kali bertukar kabar dengan Eun-joo, ia menyadari bahwa Eun-joo dan dirinya bukan terpisahkan oleh jarak melainkan oleh waktu. Kotak surat tua merah dan rumah tepi pantai tersebut menjadi saksi bisu penghubung interaksi hangat dua manusia putus asa dan kesepian ini yang terpisahkan oleh rentang waktu dua tahun.
‘Kesendirian membuat kita lebih terhubung’. Penggalan kata yang muncul pada film tersebut kurang lebih menggambarkan situasi dua protagonis kita. Dalam Il Mare, Eun-joo dan Seung-hyun digambarkan kesepian (loneliness), terasingkan (alienated), dan menikmati kesendiriannya (solitude). Hal tersebut tercermin sepanjang film berjalan, Eun-joo dan Seung-hyun terlihat banyak beraktivitas sendirian, merasa kosong, dan tidak memiliki banyak teman. Dengan beberapa kesamaan tersebut lah dapat terjembatani interaksi mereka berdua.
Dinamika storytelling dalam Il Mare terasa sangat nyaman untuk diikuti karena film yang hanya berfokus pada dua sudut pandang protagonis dan tidak banyak menyisipkan elemen yang tidak berkaitan dengan tema utama dari film. Pada awal tiga puluh menit durasi film, audiens diajak mengenali dua protagonis dengan secara perlahan namun pasti dengan memberikan ruang untuk mengenali bagaimana latar belakang serta konflik yang mereka hadapi. Dari situ perlahan bisa kita ketahui bahwa Eun-joo berprofesi sebagai pengisi suara—sementara Seung-hyun adalah seorang arsitek yang sedang vakum dan bekerja sebagai pekerja konstruksi sebagai pelariannya dari dunia arsitektur.
Keintiman
Menurut Stenberg (1988), keintiman itu sendiri merupakan komponen emosi yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan, dan keinginan untuk membina hubungan. Menurutnya komponen keintiman sendiri setidaknya terdiri dari sepuluh elemen. Lima elemen tersebut yakni: mengalami kebahagiaan dengan orang yang dicintai; mampu bergantung pada orang yang dicintai ketika dibutuhkan; memiliki dukungan emosi dari pasangannya; saling berbagi hak milik dengan orang yang dicintai; mengalami kebahagiaan dengan orang yang dicintai.
Keintiman di antara mereka tentu tidak seperti Candi Prambanan yang hanya dibangun dalam semalam saja—perlu waktu dua pekan untuk mereka bisa saling mengenal lebih dan menemukan kenyamanan satu sama lain melalui obrolan kecil. Il Mare menunjukkannya melalui tanggal yang disebut secara lisan maupun tertera pada surat yang mereka kirim.
Rasa kepercayaan dan keintiman mulai tumbuh di antara keduanya dengan ditandai obrolan mereka yang makin serius tentang kontemplasi dan pemahaman mereka soal cinta. Adegan ini tampak saat Eun-joo yang tiba-tiba hancur akibat kenangan mantannya muncul kembali. Ia sangat mendambakan cinta hingga berpikir bahwa kebahagiaan hakiki akan tercapai jika sudah merasakan cinta. Namun, Seung-hyun menyarankannya untuk masak sesuatu sebagai sarana eskapisme dari depresi dan menghiburnya dengan kalimat “Seseorang yang telah merasakan cinta lebih indah daripada yang mereka belum.” Menegaskan bahwa merasakan cinta jauh lebih baik daripada belum sama sekali.
Eun-joo dan Seung-hyun terlihat sangat bahagia berkomunikasi satu sama lain melalui surat. Ini terpancarkan melalui karakter dan visual film—mereka yang cenderung murung sepanjang film langsung ceria dan berbinar disaat menerima surat—serta visual film yang menjadi penuh warna cerah saat menampilkan adegan mereka membaca surat.
Rumitnya Cinta
Menurut Libowitz (dalam Wortman, 1992) cinta adalah emosi positif kuat yang kita rasakan kepada seseorang dan emosi positif terkuat yang pernah kita alami. Dalam setiap tipe cinta, elemen perhatian terhadap orang yang dicintai sangatlah penting. Tanpa adanya unsur perhatian yang murni, apa yang disebut cinta mungkin hanyalah sebuah hasrat.
Terluka dan stress berat pasca ditinggalkan oleh mantannya, Eun-joo mencoba untuk meredakan rasa hancurnya dengan mengadu kepada Seung-hyun berharap dia dapat menjadi orang yang menyembuhkan hatinya. Begitu pula dengan Seung-hyun yang terluka hatinya akibat kehilangan figur ayah dalam hidupnya sejak kecil karena workaholic. Namun naas hubungan mereka tidak sempat diperbaiki akibat ayahnya yang wafat secara mendadak, mau tidak mau ia harus hidup dengan rasa duka yang teramat pedih itu, dengan hadirnya Eun-joo ia berharap dia dapat menemukan arti cinta kembali.
Berdasarkan definisi cinta menurut Libowitz, hal ini digambarkan melalui karakter Seung-hyun—awalnya ia merasa cukup baik-baik saja meski penonton tahu bahwa ia gagap memahami cinta. Setelah Eun-joo muncul di hidupnya, ia mendapatkan perhatian penuh yang belum didapatkan sebelumnya serta merasakan atmosfir hidupnya menjadi lebih hangat dari sebelumnya.
Seseorang tidak bisa menyembunyikan tiga hal: batuk; kemiskinan; dan cinta. Semakin disembunyikan semakin mudah untuk terlihat. Monolog tersebut muncul melalui kutipan surat Eun-joo pada Seung-hyun pasca wafatnya sang ayahanda—Eun-joo berharap agar Seung-hyun tidak lagi menyembunyikan rasa cinta kepada orang sekitarnya lagi.
Menurut Eun-joo meskipun mencintai sama dengan menyakiti diri sendiri, dirinya berharap kepada Seung-hyun untuk memaafkan sikap masa lalu ayahnya. Melalui buku berisi karya anumerta serta rumah Il Mare yang keduanya didedikasikan khusus untuk dirinya sebagai medium untuk memahami ayahnya lebih baik yang melakukan cara berbeda dalam mengungkapan cinta ayah kepada anaknya (Seung-hyun).
Manusia dan Cinta
Berkat kehadiran Eun-joo, Seung-hyun akhirnya perlahan bisa memahami ketulusan cinta. Berkat dia, Seung-hyun mulai percaya bahwa cinta itu ada dan nyata, meski bentuk fisiknya tidak terlihat. Bentuk cinta itu sendiri dapat hadir melalui beragam ungkapan layaknya barang pemberian Eun-joo kepadanya dan ajakan Eun-joo untuk melakukan kencan berupa melakukan aktivitas yang sama persis sebagai bentuk kepedulian dan nyaman akan kehadiran masing-masing.
Seung-hyun merasa bahwa dirinya sudah mengenal Eun-joo. Oleh karena itu, ia ingin menjadi sosok yang memberikan kebutuhan cinta untuk Eun-joo yang stress berat pasca ditinggalkan mantannya. Seung-hyun ingin menjadi sosok yang dijadikan sandaran karena tak ingin melihat Eun-joo hancur akibat cinta kembali. Pada saat momentum berjanji untuk bertemu di Pantai Sanhosa yang dijelaskan melalui dialog voice over, penonton tahu akhirnya Seung-hyun dan Eun-joo memiliki perasaan yang lebih dari sekedar teman saja, yakni cinta.
Eun-joo merasa bahwa surat-surat dari Seung-hyun merupakan sumber kebahagiaannya, ia mulai tidak bisa membedakan rasa sedihnya disebabkan oleh mantannya atau Seung-hyun yang tidak bisa ia temui akibat perbedaan waktu di antaranya. Di satu sisi, Seung-hyun merancang dan membangung rumah di Pantai Sanhosa untuk Eun-joo sebagai bentuk kasih sayang yang besar yang kepadanya, meniru bentuk cinta dari sang ayahanda kepadanya. Meskipun tidak sempat bertemu secara langsung, kehadirannya melalui surat merupakan keberuntungan baginya.
Dalam durasinya selama 96 menit. Il Mare memotret kisah romance yang berkualitas melalui pakem cerita yang berbeda dari film romance lainnya. Film ini tidak menghadirkan bagaimana kedua protagonis bisa jatuh cinta terhadap manusia yang kehadirannya ada secara langsung, melainkan jatuh cinta karena keintiman yang diperoleh dari komunikasi melalui surat yang menembus waktu.
Il Mare sendiri adalah tipikal film yang menurut saya lebih cocok ditonton jika sedang kesepian dan merasa terasingkan di perantauan sehingga penonton bisa lebih terkoneksi dengan konflik serta gejolak batin yang dirasakan oleh dua protagonis kita. Melalui film ini, Eun-joo dan Seung-hyun menunjukkan bahwa ada orang yang memiliki beban hidup yang sama dan suatu hari nanti akan ada orang yang mendengarkan dan memahami apa yang kita alami, tidak peduli seberapa keras kehidupan menimpa kita dan betapa terisolasinya perasaan kita saat ini.
Editor: Amanda Amelia