Kampus Opini

Diburu Kuantitas, Melupakan Kualitas: Krisis dalam Event Organisasi

FEEDS ORGANISASI 1

 

Dalam organisasi mahasiswa, event bukan sekadar aktivitas rutin. Ia adalah cerminan identitas, sarana aktualisasi, dan media kontribusi bagi masyarakat kampus. Namun, di balik deretan acara yang diadakan, muncul sebuah pertanyaan yang mendalam: apakah setiap event benar-benar memiliki makna, atau hanya menjadi formalitas demi memenuhi kewajiban? Kondisi ini semakin nyata ketika banyak organisasi lebih fokus pada kuantitas kegiatan tanpa mempertimbangkan kualitasnya. Tradisi yang monoton, ide yang repetitif, dan minimnya keberanian untuk berinovasi menjadi tantangan besar yang tak lagi bisa diabaikan.

Menurut saya, event dalam organisasi mahasiswa seharusnya tidak hanya menjadi rutinitas yang dijalankan sekedar untuk memenuhi kewajiban, tetapi juga menjadi kesempatan untuk menciptakan dampak positif sekaligus mencerminkan identitas organisasi. Tidak jarang organisasi terlalu fokus pada banyaknya event yang diadakan tanpa benar-benar memperhatikan kualitasnya. Akibatnya, event yang diselenggarakan bisa terasa monoton dan kurang berkesan. Penting bagi organisasi untuk mengevaluasi kesiapan yang lebih matang serta tujuan event tersebut, termasuk sejauh mana event itu relevan dengan kebutuhan anggota dan masyarakat yang ingin dijangkau. Jika tidak direncanakan dengan baik, event hanya akan menjadi formalitas tanpa memberikan dampak yang berarti. Sebagai langkah ke depan, akan lebih baik jika organisasi mahasiswa dapat mengutamakan kerja sama antaranggota, saling mendukung untuk menciptakan ide-ide yang tidak hanya inovatif, tetapi juga relevan dengan kebutuhan saat ini serta memberikan manfaat nyata bagi semua pihak yang terlibat. Sehingga, organisasi tidak hanya aktif secara kuantitas, tetapi juga berdampak secara kualitas dan berkelanjutan.

Melalui wawancara mendalam dengan beberapa organisasi mahasiswa di Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Islam Indonesia (UII), Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi (HMJA), Himpunan Jurusan Manajemen (HMJM), Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM), dan Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM). Terungkap refleksi kritis tentang dilema antara mempertahankan tradisi atau berhenti sejenak untuk membangun kualitas. Pandangan mereka membuka ruang diskusi yang relevan bagi organisasi di manapun, khususnya di kalangan mahasiswa.

Muhammad Zaidan,  Direktur HMJA, menyampaikan bahwa banyak event di lingkungan Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) maupun Universitas Islam Indonesia (UII) cenderung terlihat monoton. Event-event ini sering kali diadakan hanya karena kewajiban, tanpa ada upaya nyata untuk meningkatkan kualitasnya. Ia menilai bahwa evaluasi terhadap event semacam ini sangat diperlukan. Hambatan terbesar yang sering muncul adalah rasa takut atau kurangnya percaya diri untuk memulai perubahan baru.

Zaidan juga membagikan pengalamannya saat berdiskusi dengan salah satu mahasiswa double degree dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang memberikan gambaran tentang bagaimana event-event di UGM dijalankan dengan kualitas yang lebih terjaga. Dari percakapan itu, ia menyadari bahwa faktor kunci dalam meningkatkan kualitas event adalah sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, kualitas SDM menjadi penentu utama apakah sebuah organisasi mampu memperbaiki program yang sudah usang atau menciptakan inovasi baru yang berani.

Namun, ia mengakui bahwa di UII, keberanian untuk mendobrak pola lama dan menghadirkan perubahan masih sangat kurang. Meskipun ada individu yang berani berinovasi, usaha tersebut belum dapat dilakukan secara masif. Dibutuhkan waktu lebih dan proses adaptasi yang matang agar perubahan ini dapat terjadi secara menyeluruh.

Oleh karena itu, Zaidan menyarankan untuk menghentikan sementara penyelenggaraan event yang ada guna melakukan evaluasi dan pembenahan. Harapannya, langkah ini akan menghasilkan output yang lebih berkualitas dan memberikan dampak yang lebih baik di masa mendatang.

Ayatollah Febrio Al Ghibran, Sekretaris LEM FBE UII, menyampaikan pandangannya terkait dilema antara kuantitas dan kualitas dalam penyelenggaraan event di organisasi. Menurutnya, kondisi di mana event dijalankan tanpa mengutamakan kualitas sudah sering terjadi. Salah satu contoh yang disampaikan adalah Festival Ekonomi (FESCON), acara tahunan FBE yang sebelumnya menjadi salah satu program utama LEM. Tahun ini, LEM memutuskan untuk menghentikan sementara penyelenggaraan FESCON guna memperbaiki berbagai aspek, termasuk nama dan kualitas event tersebut. Sebagai gantinya, mereka mengadakan acara pengganti bernama Krema Icon dengan cakupan lebih kecil, yang hanya melibatkan dua cabang olahraga, yaitu futsal dan e-sport Mobile Legends. Meskipun berskala kecil, acara ini tetap bertujuan menjaga keberlangsungan kegiatan sambil memberikan waktu untuk melakukan pembenahan.

Ghibran menambahkan bahwa kemungkinan FESCON kembali diselenggarakan di masa depan sangat bergantung pada kesiapan organisasi, khususnya departemen yang bertanggung jawab. Ia menegaskan pentingnya mementingkan kualitas daripada kuantitas. Menurutnya, jika suatu event dinilai kurang berkualitas, lebih baik menunda penyelenggaraannya untuk sementara waktu dan mencari solusi, seperti mengadakan event pengganti dengan skala yang lebih kecil. Hal ini dilakukan agar organisasi tetap aktif tanpa mengorbankan citra baik yang telah dibangun.

“Dari sudut pandangku, lebih baik kita fokus pada pembenahan dibanding memaksakan penyelenggaraan event yang kualitasnya kurang. Karena kalau event itu tidak berhasil, citra organisasi dan panitia bisa berdampak negatif,” tutup Ghibran.

Naoki, salah satu anggota organisasi KSPM, menyampaikan pandangannya mengenai keberlanjutan tradisi event dalam sebuah organisasi. Ia menilai bahwa melanjutkan tradisi event adalah hal yang baik, karena dapat menjaga identitas dan semangat organisasi. Namun, jika organisasi belum siap untuk menjalankan event tersebut dengan baik, sebaiknya event dihentikan sementara waktu guna meningkatkan kualitas.

Naoki menekankan bahwa upaya meningkatkan kualitas ini penting agar event yang diselenggarakan nantinya dapat berjalan dengan optimal dan memberikan dampak positif. Ia juga mengingatkan bahwa jika sebuah event telah terasa monoton, organisasi sebaiknya berani melakukan inovasi dan pembaruan. Dengan begitu, event tersebut tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga relevan dengan kebutuhan dan minat audiens.

Tanriq Vario, pengurus aktif organisasi HMJM, menyampaikan bahwa meskipun menjalankan tradisi atau budaya yang sudah ada dalam sebuah organisasi memang penting, tetapi perubahan zaman juga harus dihadapi dengan bijak. Menurutnya, organisasi yang mampu bertahan adalah organisasi yang dapat mengikuti perubahan dan beradaptasi dengan era yang terus berkembang. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk memiliki visi ke depan, apakah sebuah event yang sudah ada masih relevan untuk dijalankan atau tidak. Menurutnya, saat ini banyak event yang hanya dijalankan karena sudah menjadi kebiasaan atau budaya yang turun temurun, tanpa mengacu pada esensi dan tujuan sebenarnya dari event tersebut. Ia menilai bahwa mahasiswa dan pelaku organisasi harus memahami dengan baik makna dari lembaga atau organisasi yang diikuti, agar setiap gerakan yang dilakukan dapat berdasar pada tujuan dan nilai yang jelas.

Lebih lanjut, Tanriq mengungkapkan bahwa banyak organisasi saat ini berlomba-lomba untuk mengadakan lebih banyak event, namun sering kali melupakan pentingnya kualitas dan makna dari event itu sendiri. Dari pengetahuannya, event dalam organisasi seharusnya memiliki beberapa landasan, antara lain sebagai bentuk eksistensi, sebagai sarana pengembangan keterampilan individu, sebagai penyampaian visi dari lembaga dan sebagai upaya peningkatan kesadaran sosial. Namun, menurutnya, banyak organisasi yang mulai melupakan landasan tersebut. Untuk itu, Tanriq menekankan pentingnya bagi pelaku organisasi untuk kembali meningkatkan kesadaran mengenai makna dari setiap event yang diadakan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara merefleksikan ulang peran mahasiswa dan organisasi kampus, baik di lingkungan internal maupun eksternal, agar setiap langkah yang diambil dapat lebih bermakna dan berkelanjutan.

  Dari pemaparan hasil wawancara dengan beberapa narasumber serta pandangan yang saya angkat, terlihat bahwa kualitas dalam setiap event organisasi mahasiswa harus lebih diutamakan daripada sekadar mengejar kuantitas. Para narasumber mengungkapkan bahwa meskipun tradisi acara yang sudah ada memiliki nilai, acara yang hanya diadakan untuk memenuhi kewajiban tanpa mempertimbangkan kualitas bisa terasa monoton dan kurang berdampak. Beberapa dari mereka bahkan menyarankan agar organisasi lebih berani untuk melakukan evaluasi dan perbaikan, menghentikan sementara acara yang kurang relevan, dan menggantikannya dengan kegiatan yang lebih berkualitas. Selain itu, penting bagi organisasi untuk membangun kerja sama antaranggota dalam menghasilkan ide-ide inovatif dan relevan dengan kebutuhan saat ini. Dengan harapan, untuk kedepan organisasi mahasiswa dapat lebih fokus pada dampak yang ingin dihasilkan daripada sekadar banyaknya kegiatan yang diadakan.

 

 

Narasi: Giezka Nashita

Ilustrasi: M. Firdaus Al-Amin

 

216 Total Views 2 Views Today

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *