1 Januari 2025 PPN Resmi Naik Jadi 12%, Peluang atau Jurang?
Pajak Pertambahan Nilai atau sering disingkat sebagai PPN merupakan salah satu pajak yang wajib dibayarkan oleh rakyat atau masyarakat ketika kita membayar saat melakukan transaksi jual beli. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, menyampaikan bahwa rata-rata PPN seluruh dunia, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang memiliki tarif PPN 15 persen. Penyesuaian terhadap tarif di seluruh dunia yang merupakan acuan menteri keuangan dalam ekspektasinya terhadap peningkatan pada pendapatan negara yang mampu menunjang pembangunan infrastruktur masa depan. Serta menurut Indef Ahmad Heri Firdaus peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi, menyatakan bahwa jika kenaikan PPN 12 persen jadi diresmikan, tarif PPN Indonesia akan menjadi yang tertinggi dan setara dengan negara Filipina yang dibandingkan dengan negara Asia Tenggara yang lain.
Pembiayaan PPN dibebankan kepada beberapa barang yang berdasarkan pada Undang-undang PPN Pasal 4 ayat 1, bahwasanya, penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh pengusaha impor dan ekspor, penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) oleh pengusaha didalam negeri, pemanfaatan BKP dan JKP dari luar dan kedalam negeri, serta ekspor BKP dan JKP oleh pengusaha kena pajak (PKP). terdapat dampak yang dirasakan oleh masyarakat akibat kenaikan PPN dalam hal ini seperti inflasi. Inflasi menjadi dampak yang paling terlihat pada perekonomian masyarakat, dalam Head of Macroeconomic and Financial Market Research Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina mengatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan menjadi 12% pada tahun depan akan berdampak negatif terhadap inflasi pada periode berlangsung yang akan sekaligus pada pertumbuhan ekonomi. Pernyataan pada pertumbuhan ekonomi yang akan terpengaruhnya dari PPN 12% dikarenakan dengan semangat pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur untuk manfaat masa depan dengan kenaikan pajak, maka dari segi pertumbuhan ekonomi akan mengalami permintaan (demand) terhadap kebutuhan pokok hidup dan untuk pemenuhan kebutuhan yang lain. Selasa, 19 November 2024 – Said Iqbal sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menyatakan bahwa lesunya daya beli juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis dan akan meningkatkan Pengakhiran Hubungan Kerja (PHK) diberbagai sektor, selanjutnya seiring kenaikan PPN menjadi 12% berdampak langsung terhadap harga barang dan jasa yang semakin mahal, dari sisi lain adanya kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1%-3% dalam mencukupi kebutuhan dasar masyarakat dan menyebabkan terhambat dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Melihat dari beberapa daftar barang yang akan terkena dari dampak PPN 12% sendiri seperti rumah sakit dengan kelas VIP, pelayanan dari bidang pendidikan dengan standar internasional dan/atau pelayanan dengan layanan premium, listrik rumah tangga dengan daya 600-3600 VA, serta kualitas premium dari beras, buah-buahan, makanan laut sampai dengan daging premium yang akan mengalami penggunaan PPN 12% dari pemerintah. Adanya kebijakan yang diambil pemerintah semakin memanas dalam perdebatan isu perekonomian saat ini, yang demikian itu dengan standar kebijakan yang diambil tidak semuanya akan mengikuti pajak yang berlaku seperti bumbu-bumbu dapur bawang merah, gula pasir, cabe rawit dan barang yang tidak adanya label premium didalamnya.
Kecaman masyarakat yang semakin menentang terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai 12%, yang menjadikan banyak tantangan perekonomian kedepannya. Munculnya protes dari kekhawatiran masyarakat dengan munculnya gambar garuda biru yang berisi protes terhadap rencana kenaikan PPN 12%. Masyarakat menilai bahwa keputusan yang diambil oleh penetap kebijakan yang akan semakin memperburuk keadaan ekonomi masyarakat, terutama pada kalangan bawah. Fenomena gambar garuda biru dimunculkan dalam beberapa platform media sosial yang berisi komentar dari masyarakat semua kalangan sekaligus menuai tanggapan terhadap kenaikan PPN 12% yang terdapat potongan garuda biru tolak PPN 12% “Menarik pajak tanpa timbal balik untuk rakyat adalah sebuah kejahatan, jangan minta pajak besar kalau belum becus melayani rakyat, jangan kebiasaan malakin rakyat, bebankan pajak besar untuk pembalak hutan, pengeruk bumi dan industri tersier, jangan palak rakyat terus terusan”. Pernyataan suara masyarakat melalui media sosial menjadi bukti bahwa, terdapat pertimbangan dan kurangnya persetujuan atas kebijakan yang akan diberlakukan dari Pertambahan Pajak Nilai (PPN 12%) yang apabila tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang berdampak kepada masyarakat secara langsung. Menguatnya isu PPN 12% yang terlintas di beberapa platform media sosial, terdapat juga tanggapan dari akademisi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia yang sekaligus sebagai dosen perpajakan pada institusi yang disebut, dari penguatan tanggapannya terhadap isu PPN 12% ini bahwa “Sebaiknya mencari solusi lain daripada menaikan tarif pajak PPN, misalnya menurunkan tarif pajak ekspor”. Pernyataan dari bapak Sigit Handoyo, SE., M.Bus. bahwasannya tarif PPN 12% yang berlaku menimbulkan beberapa sudut pandang dari dampak yang terjadi, apabila dilihat dari sudut pandang pemerintah, PPN akan menjadi tambahan penerimaan negara yang mengungkapkan bahwa jalan ‘instan’ ini penerimaan negara dari sektor pajak akan semakin membaik yang akan membebani pengeluaran rutin pemerintah. Selain adanya sudut pandang dari pemerintah, terdapat sudut pandang dari masyarakat dari adanya PPN 12% yang menyatakan bahwa, kenaikan pajak ini akan memberatkan kepada golongan masyarakat kelas menengah dan bawah. Adanya pemberlakuan PPN 12% ini akan berdampak kepada harga barang-barang konsumsi yang akan memukul keadaan mereka (golongan masyarakat kelas menengah dan bawah), sekaligus akan melambatkan berjalannya roda perekonomian akibat dari tertundanya masyarakat pada kondisi diatas karena membatasi untuk berbelanja, adanya harga-harga yang semakin tinggi dan selanjutnya berdampak langsung terhadap tingkat inflasi.
Narasi: Ulinnuha Aqwa
Ilustrasi: Abyan Nezar Emira